Doa Qunut Dalam Shalat Witir
Pertanyaan :
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Ustadz, di mushalla kami ketika shalat Tarawih setelah malam ke lima belas hari pada shalat Witirnya membaca Qunut. Apakah ini ada dalilnya ? Abdullah – Kaltim.
Jawaban :
Pengertian Qunut
Kata Qunut dalam bahasa Arab digunakan untuk beberepa pengertian, “Kata ‘Qunut‘ digunakan untuk pengertian berdiri, diam, berkesinambungan dalam ibadah, doa, tasbih, dan khusyu‘.”[1]
1. Khusyu’, sebagaimana ada dalam firman Allah l: “Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Serta berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah: 238).
2. Taat dan senantiasa ibadah, sebagaimana dalam firman Allah l:“Dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami. Dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan kitab-kitab-Nya, dan dia termasuk orang-orang yang taat.” (At-Tahrim: 12)
Sedangkan Qunut menurut istilah –sebagaimana yang didefinisikan oleh Ibnu ‘Allan- adalah nama doa yang dibaca pada tempat yang khusus ketika berdiri (dalam shalat).[2]
Pensyariatannya
Membaca doa Qunut pada shalat witir adalah sesuatu disyariatkan menurut jumhur ulama, berdasarkan dalil-dalil yang shahih dan sharih. Hanya mereka berbeda pendapat dalam bacaan dan tata caranya. Berikut pendapat masing-masing mazhab dalam masalah ini yang kami ringkaskan dari beberapa kitab [3] :
Mazhab Hanafi
Kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa doa Qunut dalam shalat witir dibaca sepanjang tahun, tidak hanya pada waktu bulan ramadhan saja. Ini pula pendapat ‘Abdullah bin Mas’uud, Sufyaan Ats-Tsauriy, Ibnul-Mubaarak, Ishaaq, dan penduduk Kuufah.
Tempat dibacanya Qunut adalah pada rakaat ketiga sebelum ruku’. Tata caranya dengan membaca takbir sambil mengangkat kedua tangan, lalu membaca doa Qunut. Hal ini didasarkan kepada pendapat Imam Ali yang melihat Nabi n jika hendak membaca doa Qunut memulainya dengan bertakbir terlebih dahulu. Pendapat ini sama dengan pendapat Malikiyah, namun bukan pada shalat witir, melainkan untuk Sholat Shubuh (karena mazhab Maliki termasuk yang berpendapat Qunut hanya ada pada shalat shubuh dan nazilah).
Mazhab Maliki
Mazhab ini masyhur diketahui menganggap bahwa Qunut diwaktu shalat witir adalah tidak disyariatkan dan hukumnya makruh dikerjakan. Ini didasarkan kepada riwayat Ibnu Umar yang tidak membaca Qunut pada semua shalat sunnah. Yang diketahui berpendapat semisal ini adalah Thawwus.
Mazhab Syafi’i
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa Qunut itu dibaca setelah ruku pada akhir Witir pertengahan bulan Ramadhan. Imam Rafi’I mengatakan : membaca Qunut pada shalat witir dimakruhkan menurut perkataan yang kuat dari imam Syafi’I sebelum masa akhir-akhir ramadhan.[4]
Pendapat Syafi’iyah ini bersumber dari riwayat Abu Dawud dan Baihaqi bahwa Ubay bin Ka’ab dan juga riwayat lain dari para Sahabat dan Tabi’in.
Dari ‘Amr bin Hasan, bahwasanya ‘Umar a menyuruh Ubay bin Ka’ab a mengimami shalat (Tarawih) pada bulan Ramadhan, dan beliau menyuruh Ubay bin Ka’ab a untuk melakukan qunut pada pertengahan Ramadhan yang dimulai pada malam 16 Ramadhan.
Namun dalam kitab Al Mausu’ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah jilid ke-34 pada halaman 64 disebutkan adanya pendapat sebagian syafi’iyah yang mengatakan Qunut witir adalah dari awal bulan ramadhan.
Mengenai tata caranya, menurut mazhab ini Qunut witir sebagaimana Qunut Subuh, dibaca pada waktu setelah bangkit dari ruku’ pada raka’at terakhir. Pendapat Syafi’iyah ini diketahui sebagaimana yang dipegang oleh shahabat Ali,[5] Ibnu Umar menurut suatu riwayat, Uyainah, nafi’ dan lainnya.
Mazhab Hanbali
Ulama’ Hanabilah –sebagaimana ulama Hanafiyah- berpendapat bahwa doa Qunut dalam shalat witir dibaca sepanjang tahun, tidak hanya pada waktu bulan ramadhan saja. Hanya saja mengenai waktu membacanya, Mazhab ini sama dengan dengan Syafi’i yakni sesudah bangkit dari ruku’. Namun bila dibaca sebelum ruku’ menurut mazhab ini juga dibolehkan.
Bacaan Qunut dalam witir
Para ulama berbeda pendapat mengenai bacaan Qunut dalam shalat witir. Hal ini karena memang ditemukan adanyabeberapa riwayat dalam hadits-hadits mengenai lafadznya. Berikut diantaranya :
1. Bacaan Qunut witir menurut Mazhab Hanafi dan Syafi’I :
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِينُكَ، وَنَسْتَهْدِيكَ، وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَنَتُوبُ إِلَيْكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ، وَنَتَوَكَّل عَلَيْكَ، وَنُثْنِي عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ، نَشْكُرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ، اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ، وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، نَرْجُو رَحْمَتَكَ، وَنَخْشَى عَذَابَكَ، إِنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ، اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنَا فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَا فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِل مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِعَفْوِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَبِكَ مِنْكَ، لاَ نُحْصَى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ[6]
“Ya Allah, sesungguhnya kami bermohon pertolongan Mu, kami memohon petunjuk dari Mu, kami meminta ampun kepada Mu, kami beriman kepada Mu, kami berserah kepada Mu dan kami memuji Mu dengan segala kebaikan, kami mensyukuri dan tidak mengkufuri Mu.
Ya Allah, Engkau yang kami sembah dan kepada Engkau kami shalat dan sujud, dan kepada Engkau jualah kami datang bergegas, kami mengharap rahmat Mu dan kami takut akan azab Mu kerana azab Mu yang sebenar akan menyusul mereka yang kufur.
Ya Allah, berilah kami petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Selamatkanlah kami dalam golongan orang-orang yang Engkau telah pelihara. Uruslah kami di antara orang-orang yang telah Engkau urus. Berkahilah kami dalam segala sesuatu yang Engkau telah berikan.
Hindarkanlah kami dari segala bahaya yang Engkau telah tetapkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan bukan yang ditentukan. Sesungguhnya tidak akan jadi hina orang yang telah Engkau lindungi. Engkau wahai Rabb kami adalah Maha Mulia dan Maha Tinggi.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari ancaman-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagai-mana yang Engkau sanjungkan pada Diri-Mu.”[7]
2. Bacaan Qunut witir menurut kalangan Hanbali :
اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنَا فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَا فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِل مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ.[8]
3. Doa-doa Qunut Witir lainnya dalam hadits-hadits :
اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ وَنَرْجُوْ رَحْمَتَكَ رَبَّنَا وَنَخَافُ عَذَابَكَ الْجِدَّ إِنَّ عَذَابَكَ لِمَنْ عَادَيْتَ مُلْحِقٌ.
“ Ya Allah, hanya kepada-Mu kami beribadah, untuk-Mu kami melakukan shalat dan sujud, kepadamu kami berusaha dan bersegera, kami mengharapkan rahmat-Mu, kami takut siksaan-Mu. Sesungguhnya siksaan-Mu akan menimpa orang-orang yang memusuhi-Mu.”[9]
اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إِنَّ عَذَابَكَ بِالْكَافِرِيْنَ مُلْحِقٌ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ، وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ، وَلاَ نَكْفُرُكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ، وَنَخْضَعُ لَكَ، وَنَخْلَعُ مَنْ يَكْفُرُكَ.
“Ya Allah, kepada-Mu kami beribadah, untuk-Mu kami melakukan shalat dan sujud, kepada-Mu kami berusaha dan bersegera (melakukan ibadah). Kami mengharapkan rahmat-Mu, kami takut kepada siksaan-Mu. Sesungguh-nya siksaan-Mu akan menimpa pada orang-orang kafir. Ya Allah, kami minta pertolongan dan memohon ampun kepada-Mu, kami memuji kebaikan-Mu, kami tidak ingkar kepada-Mu, kami beriman kepada–Mu, kami tunduk kepada-Mu dan meninggalkan orang-orang yang kufur kepada-Mu.”[10]
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ، سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ، سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ
“ Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci, Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci, Mahasuci Allah Raja Yang Mahasuci.”[11]
Dan ulama membolehkan menambahkan dengan doa-doa lain bahkan dengan redaksi buatan sendiri, yakni yang tidak diriwayatkan dari Nabi (ghairu ma`tsur). Dan tentu doa ma’tsur lebih utama untuk digunakan. Dan kebolehan ini pun disertai syarat doa itu tak boleh menyalahi qur’an dan hadits.[12]
Rakan SIMAAS anda!
PETIKAN HADIS
Posting Terbaru!
Sunday, January 15, 2017
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment